Di Indonesia, masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dengan kepadatan tinggi merupakan kelompok masyarakat dengan kondisi dan layanan sanitasi yang tidak memadai. Kota Solo yang merupakan kota dengan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah, yaitu 11.300 jiwa/km2 juga mengalami permasalahan tentang kondisi sanitasi. 6.435 jiwa di 6 kelurahan Solo berada di wilayah yang rawan sanitasi. Daerah yang rawan sanitasi mempunyai faktor risiko tinggi dalam penyebaran penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, kolera, disentri, DBD, Leptospirosis, dan lain-lain.
Sebagian besar masyarakat Kota Surakarta menggunakan sistem septik tank dengan peresapan ke tanah dalam penanganan limbah domestik. Sebenarnya Kota Surakarta telah membangun sarana sanitasi dan perpipaan yang khusus menangani limbah domestik secara terpadu namun belum semua masyarakat kota Surakarta mendapatkan pelayanan sarana sanitasi ini. Bisa dipastikan limbah rumah tangga menempati urutan paling tinggi dalam pembuangan (sekitar 89 %) urutan selanjutnya adalah industri dan rumah sakit (11 %). Saat ini lebih dari 80 % masyarakat di kota Surakarta menggunakan septik tank. Adapun septik tank yang digunakan sangat diragukan keamanan pencemarannya terhadap sumur gali disekitarnya. Banyak septik tank yang kondisinya lama dan tidak pernah dikuras. Daerah perumahan di kota sudah sangat padat sehingga jarak antara septik tank dengan sumur gali makin rapat.
Di Kota Surakarta, sekitar 19 % rumah tangga memiliki sumur yang berjarak kurang dari 7 meter dengan tangki septik tank. Dan sekitar 13 % rumah tangga memiliki sumur yang berjarak antara 7 – 10 meter dari tangki septik tank serta hanya 5 % yang memiliki sumur berjarak lebih dari 10 meter dari tangki septik tank. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa banyak sumur gali telah tercemar oleh bakteri E.Coli terutama di daerah padat penduduk. Perlu diketahui bahwa pencemaran bakteri Coli-form mempunyai dampak pada kesehatan yang cukup serius.
Memperbaiki kondisi tersebut, perlu upaya-upaya yang tepat dalam pengolahan air limbah. Air limbah rumah tangga yang berasal dari WC, bekas cucian, dapur, apabila tidak diolah dengan tepat maka akan menyebabkan pencemaran air tanah yang akan berdampak pada kesehatan manusia. Genangan-genangan air limbah juga dapat meningkatkan risiko perkembangan vektor penyakit seperti tikus, kecoa dan nyamuk yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Untuk itu, JICA, APEX dan YDD mengupayakan sebuah proyek yang bertujuan untuk peningkatan kondisi sanitasi masyarakat dengan pembangunan IPAL Komunal yang berbasis masyarakat. Program pembangunan IPAL Komunal ini dilaksanakan serentak di 4 kota yaitu Kota Surakarta, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kabupaten Tabanan. Untuk pelaksanaan kegiatan di Kota Surakarta, maka APEX-YDD bekerjasama dengan Yayasan Insan Sembada (YIS) dalam hal ini untuk mobilisasi serta pemberdayaan masyarakat.
Sebelum pelaksanaan program, APEX dan YDD mengadakan pelatihan yang diikuti semua fasilitator lokal dari 4 kota yang akan menjadi lokasi program. Pelatihan Pengembangan Sistem IPAL Komunal yang Ditingkatkan Berbasis pada Masyarakat yang dilaksanakan di Yogyakarta 15-17 November 2011 merupakan salah satu upaya untuk peningkatan kapasitas SDM dalam menjalankan program IPAL Komunal yang berbasis pada masyarakat di 4 Kota. Pelatihan ini cukup memberikan pengetahuan serta ketrampilan bagi peserta khususnya dalam pengetahuan dan pemahaman mengenai Sanitasi Berbasis Masyarakat dan Teknologi tepat Guna Pengolahan Air Limbah secara Komunal.
Untuk proses sesudah pelatihan, hal yang harus dilakukan adalah pemilihan lokasi dengan kriteria sebagai berikut:
✓ Kebutuhan/keinginan masyarakat tinggi (termasuk kebutuhan/keinginan belum disadari)
✓ Realistis/bisa berjalan/diterapkan (tidak ada hambatan/ tantangan terlalu sulit)
✓ Efektif (ada efek positif yang signifikan)
✓ Ada prospek yang baik untuk berkelanjutan dan bisa menjadi percontohan yang bisa disebarluaskan
Khusus di Kota surakarta, YIS bersama APEX dan YDD melakukan kunjungan dan survey ke beberapa lokasi yang menjadi calon lokasi program. Sebelumnya, YIS, APEX dan YDD berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah kota Surakarta untuk mengetahui lokasi atau daerah mana saja yang kemungkinan memiliki potensi dan kebutuhan untuk bisa dijadikan sebagai lokasi program IPAL Komunal ini. Setelah berkoodinasi, YIS, APEX dan YDD melakukan kunjungan ke beberapa lokasi yaitu:
✓ Dukuh Lemah Abang,RT 01,02, 03 RW 21 Kelurahan Kadipiro
✓ Dukuh Plelen, Kelurahan Kadipiro
✓ Dukuh Combong, Kelurahan Kadipiro
✓ Kampung Purwo, Kelurahan Purwodiningratan
✓ Kampung Wonosaren, Kelurahan Jagalan
✓ Kampung Gajahan, Kelurahan Gajahan
✓ Gandekan RT II/RW II, Kelurahan Gandekan
Untuk di dukuh Lemah Abang, Plelen dan Combong, Kelurahan Kadipiro letaknya berada di dekat sungai Kalianyar. Sebagian besar dari warga sudah memilki WC dengan pembuangan akhir di septik tank/cubluk, tetapi sebagian besar kondisi cubluknya tidak memenuhi syarat karena jarak dengan sumber air/sumur kurang dari 10 meter. Hanya sebagian kecil dari warga yang tidak memiliki WC dan melakukan BAB di sungai. Beberapa warga yang rumahnya dipinggir sungai justru membuang limbah dari WC langsung ke sungai. Sedangkan untuk limbah domestik rumah tangga dari kamar mandi, dapur, limbah cucian dialirkan di parit-parit yang terletak di depan atau belakang rumah warga. Air limbah dari selokan ada yang mengalir langsung ke sungai dan ada yang dialirkan ke lapangan/tanah terbuka.
Sedangkan untuk lokasi lain, sebagian besar terletak di tengah kota, di daerah padat penduduk dengan rumah yang berdempetan sehinga sebagian besar warga tidak punya WC dan kamar mandi. Untuk menanggulangi hal ini, maka Pemerintah Kota memberikan bantuan MCK umum melalui program PNPM dan Sanimas.
Warga yang sudah memiliki WC, jarak antara septik tank dan sumur kurang dari 10 meter. Hal ini menyebabkan tercemarnya air oleh bakteri E.Coli yang mengancam warga. Kasus ini pernah merebak di kota Surakarta terutama di Kampung Wonosaren, Kelurahan Jagalan.
Sebagian besar kondisi masyarakat di calon lokasi program adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat bekerja di sektor informal seperti buruh pabrik, kuli bangunan, pedagang, tukang becak, dan lain-lain. Beberapa tokoh masyarakat yang ditemui, menyatakan bahwa warga mempunyai kebutuhan untuk pengolahan air limbah. Terutama di dukuh Lemah Abang, masyarakat merasa sangat butuh karena adanya kekhawatiran terhadap pencemaran E.Coli pada air yang sempat merebak di Kota Surakarta serta adanya pembangunan RSUD Kota Surakarta yang lokasinya bersebelahan dengan Dukuh Lemah abang dan hanya dipisahkan oleh sungai. Harapan masyarakat di Lemah abang bahwa dengan adanya pembangunan IPAL ini akan dapat meningkatkan kesehatan lingkungan di Lemah abang, selain itu keinginan serta motivasi warga meningkat setelah adanya program Sanimas di RT 04. Hal ini juga didukung dengan kondisi geografis yaitu elevasi tanah serta tersedianya lahan untuk pembangunan IPAL Komunal. Sedangkan di daerah calon program yang lain, sebenarnya ada motivasi dan kesadaran dari masyarakat untuk program pengolahan air limbah, tetapi tidak tersedianya lahan menjadi penghambat dalam pengembangan program ini.
Sebagian besar warga pada dasarnya bersedia untuk berkontribusi baik tenaga maupun materi untuk program pengembangan dan pembangunan IPAL Komunal Berbasis Masyarakat selama program tersebut dirasa bermanfaat bagi masyarakat (FETY-YIS)
Artikel pernah dimuat dalam Tekno Limbah, Vol. 1
#ipalkomunal #wastetreatment #wastewatertreatment#wastecenter #aerobic #anaerobic