Dalam pengelolaan kualitas lingkungan, terdapat 5 aspek yang harus diperhatikan, yaitu (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003):
Kelima aspek di atas tidak dapat berdiri sendiri untuk menghasilkan kualitas lingkungan yang diharapkan, sebaliknya dibutuhkan keterpaduan. Namun, kondisi riil yang sering terjadi, keterpaduannya masih belum optimal. Kekurangan optimalan ini seringkali terjadi karena masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan sangat terkait pula dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka (kondisi sosial, budaya, dan ekonomi) terhadap faktor-faktor pengaruh dalam pengelolaan lingkungan.
Begitu banyak kasus terjadi di mana fasilitas yang telah dibangun kemudian menjadi bangunan yang ditinggalkan begitu saja oleh pemakai disebabkan pendekatan top down yang terlalu dominan dengan suatu kajian yang hanya melihat pada sudut pandang teknis tanpa memperhatikan faktor-faktor sosial. Pada kenyataannya, ternyata faktor-faktor sosial memegang peranan sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu program peningkatan sanitasi lingkungan sehingga peran serta masyarakat menjadi kunci keberhasilan program.
Dalam melakukan berbagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara memperbaiki kondisi sanitasi di lingkungannya, beberapa hal yang harus menjadi perhatian di antaranya adalah bagaimana tingkat perkembangan dan kemajuan suatu desa, kondisi topopgrafi, dan mata pencaharian
Tingkat kemajuan suatu desa dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut (Kunaefi, 1999):
Tinjauan terhadap kondisi eksisting suatu daerah dapat menjadi masukan penting dalam melakukan perbaikan-perbaikan sanitasi sebagai dasar penilaian dalam melakukan langkah-langkah yang disesuaikan dengan tingkat daya penerimaan masyarakat setempat agar apa yang diupayakan dapat mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan.
Perbedaan lokasi geografis ternyata memberikan ciri khas berbeda-beda yang kemudian hal ini akan menuntut suatu pendekatan yang berbeda pula. Penerapan suatu teknologi tepat guna menjadi pendekatan sebagai bagian dari upaya peningkatan kondisi sanitasi lingkungan yang memiliki ciri-ciri efektif, menyenangkan, dapat diterima pemakai, menggunakan bahan lokal, mudah dirawat, dapat ditingkatkan, dan harga terjangkau.
Pengertian Peran Serta Masyarakat dalam Kesehatan
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (2001), peran serta masyarakat adalah proses di mana individu dan keluarga serta swadaya masyarakat termasuk swasta, mengambil peran sebagai berikut:
Tahap-Tahap Peran Serta Masyarakat
Dalam suatu masyarakat bagaimanapun sederhananya, selalu ada suatu mekanisme untuk bereaksi terhadap suatu stimulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme pemecahan atau proses pemecahan masalah. Mengembangkan dan membina peran serta masyarakat sebenarnya tidak lain merupakan upaya mengembangkan mekanisme atau proses pemecahan masalah tersebut agar terdapat kesesuaian antara keinginan pemrakarsa dengan keinginan masyarakat. Terdapatnya perbedaan persepsi menyebabkan hambatan dan berkembangnya mekanisme atau proses pemecahan masalah tersebut, sehingga berpengaruh pula terhadap perkembangan dan pembinaan peran serta masyarakat itu sendiri. Sesuai dengan tahap-tahap pemecahan masalah, maka tahap-tahap peran serta dapat dikelompokkan menjadi (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2001):
Dari tahap-tahap peran serta tersebut, jelas bahwa pada setiap tahapan, bentuk peran serta masyarakat berbeda, bisa turut bertanggung jawab dalam pengenalan masalah dan penentuan prioritas masalah, bisa turut bertanggung jawab dalam perencanaan, maupun turut bertanggung jawab dalam pelaksanaan serta penilaian.
Pada dasarnya peran serta yang ideal mencakup semua tahap, mulai tahap pengenalan masalah hingga tahap penilaian dan pemantapan. Dengan kata lain, peran serta masyarakat adalah keadaan keterlibatannya masyarakat secara aktif dalam pengenalan masalah, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pemantapan. Tahap-tahap peran serta masyarakat tergantung pada persepsi masing-masing. Yang paling banyak kita jumpai adalah bahwa peran serta masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang disponsori oleh pihak provider.
Dalam suatu kegiatan, umumnya masyarakat menyumbangkan tenaga dan/atau sumberdaya masyarakat lainnya seperti biaya, fasilitas, dan sumberdaya lainnya. Ini merupakan peran serta masyarakat hanya pada tahap pelaksanaan dan penyediaan sumberdaya, sedangkan tahap pengenalan masalah dan perencanaan, sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak provider. Keadaan seperti ini jelas sulit untuk menciptakan rasa turut memiliki dan bertanggung jawab di lingkungan masyarakat, karena mereka tidak terlibat sejak permulaan. Masyarakat akan merasa bahwa kegiatan ini adalah demi kepentingan provider, bukan untuk kepentingan masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat peran serta masyarakat.
Bentuk-Bentuk Peran Serta Masyarakat
Di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dikemukakan beberapa bentuk peran serta masyarakat, yaitu meliputi :
Tingkat Peran Serta Masyarakat
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan dari dan lingkungannya oleh karena kesehatan di samping merupakan hak juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab setiap orang.
Tanggapan atau tafsiran masyarakat mengenai kewajiban dan tanggung jawab tentang kesehatan masih berbeda-beda, sehingga mempengaruhi keikutsertaan dalam tanggung jawab dan memberikan kontribusi dalam pembangunan kesehatan. Peran serta masyarakat mempunyai arti yang sangat luas yang pada dasarnya bertolak dari masalah sikap dan perilaku.
Peran serta masyarakat mempunyai lingkup dan tingkatannya sendiri, tergantung dari sudut pandang dan harapan yang ada mengenai peran serta yang dikehendaki, peran serta dapat bersifat semu, parsial, dan lengkap. Peran serta semu adalah bentuk peran serta yang bersifat sementara dan sangat jauh dari yang diharapkan atau tidak disertai dengan kesediaan yang sesungguhnya. Peran serta disebut parsial bila perilaku yang ditampilkan hanya sebagian saja dari sesungguhnya yang diharapkan, tetapi dapat juga menjadi lengkap bila sesuai atau mendekati yang diharapkan. Semakin kompleks perilaku yang kita harapkan semakin sulit kita mendapatkan peran serta yang lengkap karena semakin banyak pula faktor yang mempengaruhinya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dapat terjadi dalam berbagai tingkat yang mencerminkan mutu dari masing-masing tingkatnya, yaitu (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2001) :
Strategi Pelaksanaan Program Peran serta Masyarakat
Beberapa hal penting dalam tinjauan peran serta masyarakat dalam peningkatan sanitasi lingkungan adalah bahwa partisipasi masyarakat tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi melalui berbagai pendekatan dan tahapan-tahapan.
Tahapan-tahapan yang harus menjadi perhatian adalah seberapa jauh keinginan masyarakat akan sarana yang akan dibangun, apakah aspirasi-aspirasi yang muncul menjadi keinginan perorangan, kelompok, ataupun masyarakat secara umum, ketersediaan biaya dari masyarakat, bahan dan tenaga lokal, waktu yang dapat disediakan masyarakat, keterampilan masyarakat yang dapat dimanfaatkan, tingkat penerimaan masyarakat tentang teknologi yang akan diterapkan.
Hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) pada masyarakat agar seluruh tahapan yang dijalani benar-benar mendapatkan perhatian penuh dan mendapat dukungan dari masyarakat sehingga keberhasilan program secara keselurhan dapat tercapai. Untuk dapat mengidentifikasi aspek-aspek di atas, maka perlu dilakukan survey sosio-ekonomi.
Dalam pelaksanaan peran serta pemakai beberapa tahapan: penilaian peran serta, komunikasi dengan masyarakat, dan strategi pelaksanaan. Yang perlu diperhatikan dalam penilaian dan kelayakan adalah pengetahuan tentang perbedaan struktur, pengambilan keputusan, komposisi penduduk, pendekatan sosiologis terkait, penggunaan peran serta, studi masyarakat. Berikut detail masing-masing faktor yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan (Kunaefi, 1999):
Persiapan pelaksanaan proyek meliputi tahapan Identification, Preparation, Approval, Implementation, Operation dan Maintenance, Evaluation, dan Pengembangan. Tabel 10 berikut menjelaskan secara rinci mengenai deskripsi tahapan pelaksanaan proyek.
Pengembangan dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat
Dalam mengembangkan dan membina peran serta masyarakat di bidang kesehatan di Indonesia, perlu diterapkan pendekatan edukatif dengan strategi dua tahap, yaitu pengembangan provider dan pengembangan masyarakat. Kunci pada pengembangan provider adalah keterbukaan dan pengembangan komunikasi timbal balik yang horisontal maupun vertikal, sedangkan kunci pada pengembangan masyarakat adalah mengembangkan persepsi antara masyarakat dan provider agar masyarakat mampu mengenal masalah dan potensinya dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian, mengembangkan peran serta masyarakat yang baik adalah upaya memicu dan menghidupkan proses pemecahan masalah, haruslah selalu diusahakan agar sumberdaya untuk pemecahan masalah selalu merupakan sumberdaya setempat yang ada setempat atau yang terjangkau oleh masyarakat.
Untuk penyelenggara pelayanan (provider) dalam mengembangkan dan membina peran serta masyarakat, beberapa hal yang dapat diperankan adalah sebagai berikut:
Peran serta Wanita
Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah. Kaum wanita berperan besar dalam menanamkan kebiasaan bagi anak-anaknya serta menjadi panutan bagi generasi yang akan datang tentang perlakuan terhadap lingkungan. Dengan demikian, wanita merupakan salah satu kunci utama yang dapat menentukan kualitas lingkungan.
Peranan wanita, dalam hal ini ibu rumah tangga dalam keluarga cukup besar untuk mengatur dan mengurus segala kepentingan dan keperluan keluarga. Hal ini salah satunya digambarkan oleh hasil penelitian yang pernah dilakukan di mana peran seorang istri dalam pengambilan keputusan rumah tangga yakni kebutuhan sehari-hari (75,7%) belanja sehari-hari (82,4%) mengganti perabot rumah tangga (56,2%) (Wiludjeng, et al., 2005).
Demikian pula halnya, untuk dapat mencapai tujuan kesehatan lingkungan air, maka pihak-pihak yang sangat berkepentingan dengan penyediaan air bersih dan sanitasi perlu diikut-sertakan. Pihak yang paling berperan tersebut adalah kaum wanita. Setiap harinya kaum wanita dan anak-anaklah yang sangat membutuhkan air. Kaum wanita-lah yang mengurus ketersediaan air minuman, makanan, air untuk mandi, cuci, dan seterusnya. Keberadaan sumber air bersih yang dapat diterima masyarakat akan sangat membantu dan mempermudah serta memperingan beban kehidupan masyarakat, khususnya kaum wanita (Slamet, 1994).
Bagaimana seorang ibu memilih, mengambil, menyimpan, memelihara, dan memanfaatkan air, secara tidak langsung akan menjadi kebiasaan yang ditiru oleh anak-anaknya. Seorang ibu yang memiliki kebiasaan baik, maka umumnya akan menurun pula pada anak-anaknya. Di sinilah pentingnya seorang ibu untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis yang terkait dengan upaya meningkatkan kesehatan lingkungan, khususnya kesehatan lingkungan keluarganya.
Demand Responsive Approach (DRA), Methodology Participatory Assesments (MPA), Community-Led Total Sanitation (CLTS).
Terdapat banyak pendekatan yang sudah digunakan oleh pihak-pihak yang menangani masalah air bersih dan sanitasi dalam upaya optimalisasi hasil proyek yang dilakukannya, terutama pendekatan terkait dengan peningkatan peran serta masyarakat sebagai pemakai dan pendekatan yang bersifat memicu kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi.
Di antara pendekatan-pendekatan tersebut adalah Demand Responsive Approach (DRA), Methodology Participatory Assesments (MPA), Community-Led Total Sanitation (CLTS) yang dibuat oleh Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning (WASPOLA).
Berikut akan dipaparkan gambaran masing-masing metode tersebut (Dokumen Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat):
Demand Responsive Approach (DRA)
Pendekatan tanggap kebutuhan (Demand Responsive Approach) adalah suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya masalah pendanaan. Hal ini menjadikan keterlibatan masyarakat berlangsung dalam keseluruhan tahapan mulai dari tahap perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, dan pengelolaan sistem yang sesuai dengan kebutuhan dan kesediaan membayar masyarakat. Pendekatan ini memerlukan perubahan dalam penanganan kegiatan dari seluruh pihak yang berkepentingan, baik masyarakat, LSM, sektor swasta, maupun pemerintah.
Karakteristik utama dari pendekatan ini adalah sebagai berikut :
Methodology Participatory Assesments (MPA)
MPA merupakan sebuah metodologi yang bersifat partisipatif, menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Self esteem, Associate strength, Resourcefulness, Action Planning, Responsibility (SARAR). Metodologi ini mengungkapkan cara-cara kaum perempuan dan keluarga kurang mampu berpartisipasi dan mengambil manfaat atas suatu sarana bersama-sama kaum lelaki dan keluarga berada. Selain itu, dalam metode ini diperlihatkan juga faktor-faktor kunci menuju keberhasilan dalam suatu proyek air bersih dan sanitasi yang dikelola masyarakat.
Dengan cara tersebut, kita dapat menganalisis antarmasyarakat, antarproyek, antarwaktu, serta pada tingkat program. Dengan demikian, MPA dapat menghasilkan informasi manajemen untuk proyek skala besar dan data sesuai untuk analisis program.
Community-Led Total Sanitation (CLTS)
Masalah sanitasi dapat disebabkan oleh budaya, terbatasnya dana, dan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi. CLTS merupakan sebuah metode pendekatan untuk mengubah kesadaran, dengan cara menginisiasi/memicu (ignite trigger) rasa jijik dan malu masyarakat atas kondisi sanitasi, di mana mereka buang air besar di tempat terbuka (open defecation) sehingga pada akhirnya mereka mencari solusi bersama untuk mengubah kondisi mereka. Asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak tergerak apabila mereka mengetahui bahwa mereka telah saling memakan kotoran mereka satu sama lain (eating each other shit). Selain itu, CLTS memicu masyarakat untuk menyadari bahwa masalah sanitasi merupakan tanggung jawab mereka sehingga akan selesai dengan kesadaran dan usaha mereka sendiri, tidak ada hubungan dengan dana/subsidi. Target dari penerapan CLTS pun tidak didasarkan pada indikator jumlah jamban yang berhasil dibangun, melainkan berubahnya kebiasaan masyarakat untuk tidak buang air di tempat terbuka.
Melalui CLTS diperkenalkan suatu perubahan pendekatan:
Pada dasarnya ada tiga faktor yang mendasari pendekatan CLTS, yaitu: changing attitude dan behaviour (perubahan perilaku dan sikap pengambil keputusan), sharing (berbagi) antara fasilitator dan masyarakat, dan penggunaan tools (diagram, peta, dan lain-lain).
Tekno LImbah Vol. 4. Penulis: M. Juanda